POJOKSULSEL.com – JAKARTA – Hari ini, 50 tahun yang 
lalu, tepatnya pada 30 September 1965 terjadi gerakan yang sangat 
mengkhawatirkan, penghianatan yang dilakukan oleh gerakan G30S PKI ini 
memicu adanya pergejolakan nasional.
Gerakan G30S PKI yang juga dikenal dengan nama Gerakan 30 September 
atau singkatan lainnya berupa Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) dan
 Gestok (Gerakan Satu Oktober) merupakan salah satu peristiwa yang 
terjadi ketika Indonesia sudah beberapa tahun merdeka.
Sesuai namanya, peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 September 1965 
malam, hingga esok harinya ada usaha percobaan kudeta yang kemudian 
dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia dimana terjadi 
pembunuhan terhadap tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta 
beberapa orang lainnya.
Semaoen merupakan tokoh pendiri dan ketua PKI pertama. Awalnya, ia 
adalah ketua Sarekat Islam cabang Semarang. Dialah yang bersikeras 
merubah ISDV menjadi PKI. Ketika itu umurnya 21 tahun.
Semaoen yang lahir di Mojokerto, Jawa Timur menghabiskan masa 
kecilnya di Surabaya. Usia 13 tahun, ia masuk Sarekat Islam (SI) 
pimpinan Tjokroaminoto.
Dikutip dari wikipedia, Rabu (30/9/2015), Partai Komunis Indonesia 
(PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar 
Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah 
sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.
PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta 
anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 
juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis 
dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan 
pendukung.
Sebagaimana dilansir dari jpnn (Grup pojoksatu.id), Rabu (30/9/2015),
 PKI mulanya singkatan dari Perserikatan Komunist di India. Organisasi 
ini mengubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia saat Kongres II di 
Jakarta, Juni 1924.
Kongres II PKI dilangsungkan di Gedung Alhambra. Bukan Alhambra, 
istana dan benteng peninggalan Islam di kota Granada, Spanyol yang sohor
 itu.
Kata Indonesia diambil dari sebuah buku karangan guru besar etnologi 
Universitas Berlin, Jerman, Adolf Bastian (1826-1905), berjudul 
‘Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel’ yang ia lansir 
dari majalah ilmiah ‘The Journal of the Indian Archipelago and Eastern 
Asia’, volume IV, 1850, yang terbit di Singapura untuk. Sebelumnya, kata
 Indonesia dipergunakan hanya dalam khasanah etnologi untuk menyebut 
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu.
Sebab itulah, seiring meluasnya basis Partai Komunis Indonesia, nama 
Indonesia pun ikut meluas. Dari istilah etnologi, Indonesia menjadi 
identitas sebuah bangsa.
G30S PKI merupakan gerakan yang tujuan utamanya untuk menurunkan 
(mengkudeta) presiden RI pertama, Soekarno agar dapat menguasai 
Indonesia dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.
Sebelum mulainya gerakan G30S PKI, awal mula kecurigaan masyarakatnya
 terjadi pada bulan Juli 1959 ketika parlemen dibubarkan dan Sukarno 
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden dengan PKI berdiri di 
belakang, memberikan dukungan penuh.
Soekarno memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para
 jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan 
sistem ‘Demokrasi Terpimpin’.
Hal ini disambut baik oleh PKI. PKI menganggap bahwa dia mempunyai 
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan 
Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Namun,
 sangat disayangkan, pada masa demokrasi terpimpin ini sayangnya 
kolaborasi pemimpin PKI dengan kaum-kaum borju yang ada di Indonesia 
gagal menekan pergerakan independen dari buruh dan petani. Hal ini 
membuat banyak masalah yang tidak terselesaikan di bidang politik dan 
ekonomi.
Kekacauan ini memicu adanya gerakan G30S PKI. Peristiwa G30S/PKI 
dimulai pada tanggal 1 Oktober dini hari, dimana kelompok pasukan 
bergerak dari Lapangan Udara Halim Perdana kusuma menuju daerah selatan 
Jakarta untuk menculik 7 jendral yang semuanya merupakan anggota dari 
staf tentara.
Ketujuh target merupakan jenderal TNI. Ketujuhnya yakni Ahmad Yani, 
M.T. Haryono, D.I. Panjaitan, Soeprapto, S. Parman, Sutoyo, dan target 
utamanya adalah Jendral Abdul Harris Nasution.
Tiga dari target ketujuh jenderal dibunuh di rumah mereka yaitu jenderal Ahmad Yani, M.T. Haryono, dan D.I. Panjaitan.
Ketiga jenderal lainnya yaitu Soeprapto, S. Parman, dan Sutoyo 
ditangkap hidup-hidup, sementara target utama mereka, Jendral Abdul 
Harris Nasution berhasil kabur setelah melompati dinding yang berbatasan
 dengan taman di kedutaan besar Iraq.
Namun, nahas bagi Pierre Tendean yang menjadi ajudan pribadi jenderal
 A.H Nasution, dan anak perempuannya yang berusia lima tahun, Ade Irma 
Suryani Nasution. Mereka tertembak oleh regu sergap dan tewas pada 6 
Oktober.
Mayat seluruh yang ditembak oleh regu penculik dan para jenderal yang
 masih hidup kemudian dibawa ke Lubang Buaya, mereka semua dibunuh serta
 mayatnya dibuang di sumur dekat markas tersebut.
Dalam peristiwa ini juga memakan korban lainnya, yakni seorang polisi
 yang menjadi penjaga rumah tetangga Nasution, Karel Satsuit Tubun, 
serta keponakan dari D.I Panjaitan, Albert Naiborhu.
Setelah itu, menjelang matahari terbit, sekitar 2.000 pasukan 
diturunkan PKI untuk menduduki lapangan yang saat ini dikenal sebagai 
Lapangan Merdeka, sebuah taman yang ada di Monas.
Namun, mereka tidak berhasil menundukkan bagian timur area ini, 
karena ketika itu, daerah timur area merupakan daerah markas KOSTRAD 
yang dipimpin oleh Soeharto.
Pada jam 7 pagi, RRI menyiarkan pesan yang berasal dari Untung 
Syamsuri, komandan Cakrabiwa, regimen penjaga Presiden, bahwa gerakan 30
 September telah berhasil mengambil alih beberapa lokasi strategis di 
Jakarta dengan bantuan anggota militer lainnya.
Para PKI ini bersikeras bahwa gerakan ini didukung oleh Central 
Intelligence of America (CIA) yang bertujuan untuk menurunkan Soekarno 
dari posisinya.
Namun, perhitungan PKI dalam peristiwa G30S/PKI ini salah. Mereka 
melewatkan Soeharto yang mereka fikir tak memiliki kekuatana karena 
bukan tokoh politik pada masa itu.
Soeharto yang awalnya diberitahu oleh tetangganya tentang 
penghianatan PKI dan hilangnya para jendral serta penembakan yang 
terjadi dini harinya, menjelang pagi harinya Soeharto bergegas ke markas
 KOSTRAD dan berusaha menghubungi anggota angkatan laut dan polisi, 
namun sayangnya Soeharto tidak berhasil melakukan kontak dengan angkatan
 udara.
Soeharto lantas mengambil langkah cepat dengan mengambil alih komando
 angkatan darat. Saat itu, Soeharto berhasil membujuk kedua batalion 
pasukan kudeta untuk menyerah.
Akhirnya, pasukan Brawijaya masuk kembali ke area markas KOSTRAD 
serta kemudian menyusul pasukan Diponegoro yang kembali ke Halim.
Pemberontakan G30S/PKI baru berakhir sekitar pukul 7 malam. Pasukan 
yang dipimpin oleh Soeharto berhasil mengambil alih kontrol atas semua 
fasilitas yang sebelumnya sempat direbut oleh Gerakan 30 September.
Sekitar pukul 9 malam, Soeharto bertemu dengan jenderal Abdul Harris 
Nasution dan ia mengumumkan bahwa mulai sejak itu mengambil alih tentara
 yang akan menghancurkan pasukan kontra-revolusioner dan menyelamatkan 
Soekarno.
Jasad para jenderal yang terbunuh dalam peristiwa G30S PKI yang 
dibuang di Lubang Buaya ditemukan pada tanggal 3 Oktober, dan baru 
dikuburkan secara layak pada tanggal 5 Oktober.
(zul/pojoksatu/pep/pojoksulsel/berbagaisumber)




 
Tidak ada komentar :
Posting Komentar